Rabu, 29 Februari 2012

Pendidikan Islam di Eropa: Jerman

Pencarian pengakuan dan identitas dari para imigran Muslim, terutama Turki Muslim, di Jerman dan negara Eropa lainnya terus berproses. Upaya integrasi yang dilakukan oleh pemerintah, kaum muslim, dan lainnya terus dilakukan, agar eksistensi kaum muslim di sana dapat sejajar dengan penduduk Jerman lainnya. Upaya tersebut, sedikit demi sedikit membuahkan hasil, di antaranya "Masuknya studi Islam di berbagai lembaga kajian dan pendidikan'" di Jerman, bahkan Islam menjadi bagian dari kurikulum pendidikan bagi kalangan Muslim di Jerman, sebagaimana digambarkan dalam beberapa tulisan bagian awal. Pada bagian kedua, beberapa tulisan menggambarkan pro-kontra dari para petinggi Jerman mengenai Islam dan muslim dalam konteks eksistensi, integrasi, dan kontribusi kaum Muslim terhadap "kebangsaan dan peradaban" Jerman.    Tulisan-tulisan ini dikumpulkan dari situs http://www.republika.co.id, sebagaimana disebutkan dalam sumber (tulisan di bagian akhir), dengan beberapa modifikasi. 

Studi Islam Resmi Jadi Program di Universitas Wolfgang Goethe Frankfurt
Perlu diketahui bahwa Kaum Muslim yang tinggal di Jerman mencapai 4,3 Juta, dan 2,5 Juta di antaranya adalah berasal dari kaum imigran Turki. Berbagai persoalan yang mewarnai hubungan antara Islam (Muslim) dan Jerman (serta Eropa lainnya) mendapatkan perhatian serius dari kalangan akademisi dan pemerintah Jerman. Salah satunya diupayakan oleh Universitas Wolfgang Goethe di Frankfurt Jerman. Universitas ini membuka program kajian Islam selama tiga tahun pada semester musim dingin tahun 2010. 
Program sarjana itu akan fokus pada kajian ilmiah agama dan aspek sejarah Islam. Keberhasilan program studi kajian Islam itu akan ditinjau ulang oleh universitas tiga tahun sejak peluncuran. Pemerintah Jerman pun mengumumkan rencana di awal tahun ini untuk mendirikan institut khusus bagi kajian Islam untuk melatih generasi pemuka Muslim dan pengajar agama untuk lebih mampu beradaptasi dengan masyarakat Barat. "Jumlah anak-anak dan kaum muda Islam di Jerman sangat tinggi dan meningkat setiap saat" ujar Menteri Pendidikan Jerman, Annete Schavan. Karena itu, pemerintah juga menyambut proposal yang diajukan dewan penasihat pendidikan untuk membentuk pusat teologi Islami di dua perguruan tinggi negeri.  
Program itu sekaligus secara halus mengendalikan bagaimana bentuk pendidikan keyakinan diajarkan ke populasi Muslim yang kian berkembang. Tujuan pemerintah, selain agar kaum muslim lebih adaptif dan berintergrasi secara penuh, kaum muda Muslim juga tak mudah mengikuti pemikiran ekstrimisme dan kelompok radikal. Pada sisi yang lain, umat muslim Jerman pun berusaha keras untuk mengikis sterotype tentang Islam dan Islamophobia dari kalangan non-muslim.  

Kajian Islam Jadi Kurikulum Baru Pendidikan di Jerman
Menteri Pendidikan Jerman, Annette Schavan  mendukung rencana memasukan Islam sebagai bagian dari kurikulum di negara tersebut. Schavan menilai kurikulim tentang Islam  bisa mengantarkan integrasi masyarakat Muslim Jerman secara utuh.  Tak hanya itu, keberadaan pendidikan tentang islam akan menjadi jembatan kesepahaman antara pelajar muslim dan nonmuslim di Jerman. "Tentu saya sangat mengetahui ketakutan warga Jerman ketika membahas masalah tersebut. Namun, saya melihatnya sebagai wujud kebebasan beragama sekaligus menengahi dialog antara muslim dan nonmuslim," ungkapnya seperti dikutip dari Abnar.ir, Senin (26/7/2010).
Ia mengakui, selama ini pendidikan tentang islam tidaklah berkaitan erat dengan Alquran namun lebih condong kepada islam radikal. Maka itu, kata dia, kebijakan baru bisa menjauhkan islam dari citra kekerasan dan radikalisme serta membuatnya menjadi sangat transparan. "Pengalaman saya sebagai menteri kebudayaan sangat positif. Penerimaan terhadap islam di Jerman berubah drastis," ungkapnya. "Faktanya, tidak ada yang dirahasiakan soal Islam ketika diajarkan," kata dia. Selain mendukung kebijakan baru tentang kurikulum Islam, Schavan memimpikan pendirian universitas yang khusus mengkaji Islam. Ia juga mengharapkan adanya pendidikan tentang Imam di Univeritas di Jerman, yang akan bekerja sebagai guru di masjid. "Kami membutuhkan pemimpin yang mempelajari agama secara ilmiah dan kritis," kata dia.
Schavan juga mengatakan komunitas muslim di Jerman sebaiknya memahami diri mereka sebagai bagian dari masyarakat Jerman. Ia meminta tidak ada isolasi ataupun tuduhan bernada diskriminasi. "Jadi, tidak akan ada isolasi, semua berjalan secara transparan," tegas dia. Sebagai informasi, Schavan merupakan sosok dibalik perkenalan kurikulum islam di  Baden-Württemberg. Semasa menjadi menteri kebudayaam, Schavan memperbolehkan seorang guru muslim untuk mengenakan jilbab. Langkah Schavan bukan tanpa menuai protes dari warga Jerman. Namun, seiring perkembangan komunitas Islam di Jerman,  negara tersebut memiliki kebijakan lain tentang penanganan komunitas muslim seperti tidak mengikuti Perancis dan Belgia yang melarang burka.

Uji Coba Pendidikan Islam di Beberapa Sekolah di Jerman
Negara bagian di Jerman, Niedersachsen (Lower Saxony), mulai memberikan ajaran Islam dalam sekolah-sekolah di wilayahnya. Kebijakan itu diterapkan untuk melawan sentimen anti-Islam atau Islamofobia di Eropa. Menteri Pendidikan di negara bagian yang terletak di Barat Laut Jerman ini, Bernd Althusmann, mengumumkan seluruh sekolah di negara bagian tersebut akan memasukkan pendidikan Islam dalam kurikulum pendidikan utama. ''Saya pikir kita akan mulai menerapkannya pada tahun ajaran mendatang,'' ujarnya saat mengunjungi sekolah dasar di Hanover, termasuk mengunjungi kelas pendidikan Islam di sekolah itu. Pada tahun 2010, pendidikan Islam sudah diujicobakan di 42 sekolah di sana. Sekitar 2 ribu siswa Muslim di sekolah-sekolah dasar telah mendapatkan pendidikan Islam di negara bagian itu.
Kebijakan itu diterapkan setelah dipicu oleh gelombang baru sentimen anti-Islam, terutama sikap konservatif politikus Belanda, Geert Wilders, yang membeci Islam dengan membuat film Fitna. Bahkan di Jerman sendiri kini telah berdiri partai baru yang diberi nama Partai Kebebasan yang dibentuk oleh anggota Parlemen Berlin, René Stadtkewitz, yang pandangan politiknya anti-Islam.  Partai Kebebasan itu bahkan telah mengundang Wilders untuk berpidato di Berlin. Stadtkewitz (45 tahun) mengatakan Islam merupakan penghalang integrasi antara imigran dengan masyarakat Jerman. ''Islam bukan hanya agama, tetapi juga sistem politik. Islam tidak toleran terhadap orang-orang yang berpikir secara berbeda,'' katanya.

Menjadi Kebijakan: Islam Masuk dalam Kurikulum Sekolah Jerman
Sebagai tindak lanjut dari uji coba di atas, Menteri Dalam Negeri Jerman Thomas de Maziere Senin (15/2/2011) menyerukan kepada 16 negara bagian untuk memasukkan agama Islam dalam kurikulumnya di sekolah-sekolah. Berbicara di kota Jerman selatan, Nuremberg, ia meminta pemerintah agar menyetujui konsep agama Islam dalam kelas pada tahun depan. De Mazier mengungkapkan, kelas Islam di beberapa sekolah Jerman tidak akan lama lagi masuk dalam ujian masuk sekolah, tetapi seharusnya dalam kenyataanya harus dilandaskan dengan hukum yang kuat.
Ia menambahkan, setiap warga negara Jerman harus datang dan membantu atas solusi pragmatis yang dimilikinya. Beberapa negara bagian di Jerman telah lebih dulu memasukkan agama Islam dalam kurikulumnya, tetapi Berlin bertujuan untuk menawarkan Islam sebagai subjek reguler di sekolah-sekolah di seluruh negeri, diajarkan dalam bahasa Jerman oleh guru-guru yang terlatih di Jerman. Salah satu kendala utama dari kelas-kelas ini adalah dana dan kekurangan guru agama Islam. Ada sekitar empat juta Muslim yang tinggal di Jerman, termasuk sekitar 2,5 juta adalah orang Turki. Umumnya, kemampuan komunikasi berbahasa Jerman (dan Inggris) dari kaum imigran Turki cukup rendah. Oleh karenanya, mereka mengalami kendala bahasa (dan lainnya) ketika bersosialisasi dan berintegrasi di Jerman.   


Respon Masyarakat Jerman: Kurikulum Agama Islam Penyebar Kebencian
Sebgaian masyarakat Jerman mengkritik kebijakan pemerintah Jerman terkait masuknya pelajaran Agama Islam dalam kurikulum sekolah. Menurut Mereka, kebijakan ini berefek pada penyebaran kebencian terhadap agama lain. Menanggapi kritik itu, Menteri Pendidikan Jerman mengatakan tidak ada satupun ajaran Islam yang menganjurkan kekerasan pada umat agama lain.. "Tidak ada satu ayat dalam Alquran yang membolehkan pelajar menganiaya pelajar berkeyakinan berbeda," kata dia seperti dikutip rt.com, Jumat (28/10/2011).
Kritik itu bermula saat ditemukan ada oknum guru yang mengajarkan kebencian terhadap siswanya. "Orang Kristen gemar ke disko, minum alkohol dan berbuat zina. Percayalah pada Alquran," demikian klaim temuan masyarakat Jerman.  Kepala Dewan Islam Jerman, Burhan Kesici menilai sebelumnya hubungan antara pemerintah dan masyarakat Jerman  dengan komunitas Muslim dilandasi kecurigaan. Mereka khawatir pemuda Muslim berusaha untuk memberlakukan hukum syariat di Jerman, katanya.
Salah seorang tokoh Gerakan Pax Europa Citizens, Karl Schmidt, menuduh guru Agama Islam mengajarkan kepada muridnya bahwa mereka adalah umat unggul. Ia mengajarkan pula bahwa hukum syariah lebih tinggi daripada hukum Jerman. "Karena itu, mereka berusaha untuk memberlakukan hukum syariat," papar dia.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Jerman Thomas de Maziere Senin menyerukan kepada 16 negara bagian untuk memasukkan agama Islam dalam kurikulumnya di sekolah-sekolah. Berbicara di kota Jerman selatan, Nuremberg, ia meminta pemerintah agar menyetujui konsep agama Islam dalam kelas pada tahun depan. Beberapa negara bagian di Jerman telah lebih dulu memasukkan agama Islam dalam kurikulumnya. Pelajaran itu diajarkan dalam bahasa Jerman oleh guru-guru yang terlatih. Salah satu kendala utama adalah kekurangan guru agama Islam. Ada sekitar empat juta Muslim yang tinggal di Jerman, termasuk sekitar 2,5 juta adalah orang Turki.
Sementara itu, Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan kepada Muslim di negerinya untuk mentaati undang-undang dan bukan hukum syariah. "Sekarang dengan jelas bahwa di Jerman juga ada kaum Muslim. Tetapi yang terpenting adalah untuk memberikan perhatian kepada Islam bahwa nilai yang diajarkan Islam terwakili di dalam UU Jerman," ujar Merkel. Merkel juga mengatakan bahwa Jerman saat ini membutuhkan seorang imam (pemimpin) dengan pendidikan Jerman dan yang memiliki akar sosial Jerman.

Kontroversi Integrasi Imigran Muslim (dan Islam) di Jerman
Islam Dianggap Sebagai Ancaman di Prancis dan Jerman
Sekurangnya 40 persen warga Prancis dan Jerman menganggap Islam sebagai ancaman. Demikian hasil survey Ifop yang dirilis di harian Prancis, Le Monde, seperti dilaporkan examiner.com, Rabu (05/01/2011). Menurut survey, responden Prancis yang menganggap Islam sebagai ancaman mencapai 42 persen. Sementara 22 persen menganggap Islam sebagai faktor keragaman budaya. Sementara di Jerman, responden yang menganggap Islam sebagai ancaman mencapai 40 persen, dan 24 persen menilai Islam memperkaya budaya.
Di kedua negara, mayoritas responden menilai integrasi Muslim dalam masyarakat mereka belum terjadi. Mereka bahkan menilai tidak terintegrasi sama sekali. Pendapat ini dikemukakan oleh 68 persen responden Jerman dan 75 persen responden Prancis. Sekitar 5 hingga 6 juta Muslim tinggal di Prancis, yang merupakan negara Eropa dengan populasi Muslim terbesar. Sementara di Jerman ada 4 juta Muslim. Jumlah Muslim di Prancis sebenarnya tidak terdata dengan benar karena banyaknya imigran ilegal.
Mengenai pengaruh dan kehadiran Islam, 55 persen responden Prancis dan 49 persen responden Jerman mengatakan terlalu kentara. Alasan rendahnya integrasi Muslim, 61 persen responden di Prancis dan 67 persen di Jerman mengatakan Muslim menolak untuk berintegrasi. Baru-baru ini, Kanselir Jerman Angela Merkel mengejutkan dunia dengan mengatakan model multikultur yang diadopsi Jerman untuk mengakomodasi jutaan Muslim di sana telah gagal total. Di sisi lain, pujian Merkel terhadap kartunis Denmark Kurt Westergard Ahad lalu menambah buruk suasana. Karena itu, Mazyek mengingatkan komunitas Muslim Jerman untuk kuat dan tabah menghadapi tekanan dan kebencian. "Ketakutan terhadap islam tengah dibangun. Sangat disayangkan ketakutan itu kian memperumit usaha komunitas Muslim Jerman untuk berintergrasi secara utuh dengan masyarakat Jerman," kata dia. 


Menteri Dalam Negeri Jerman: Islam (dan Muslim) Tidak Termasuk Bagian Identitas Negara
 Menteri Dalam Negeri Jerman yang baru ditunjuk Kanselir Jerman, Angela Merkel, menyalakan kembali debat imigrasi yang sudah memanas dengan bersikeras menyatakan Islam 'bukan bagian identitas' di Jerman, yang notabene memiliki populasi Muslim sebanyak 4 juta orang. Hans-Peter Friedrich, nama menteri dalam negeri baru, mulai berkantor pekan lalu usai kanselir melakukan perombakan kabinet.
 Namun pandangannya yang blak-blakan langsung memprovokasi kecaman dari anggota parlemen kubu oposisi dan respon pedas dari grup-grup Islam yang menuding ucapan Hans-Peter adalah 'tamparan bagi seluruh Muslim'.  "Menyatakan Islam bagian dari Jerman bukanlah fakta yang didukung oleh sejarah," ujar Hans-Peter. Pada akhir pekan ia menggarisbawahi posisinya dan bersikeras bahwa para imigran harus sadar sepenuhnya dengan negara tuan rumah yang "asli Kristen Barat" dan mempelajari Bahasa Jerman "sebagai bahasa pertama dan yang utama".
Pandangannya mutlak bertentangan dengan presiden konservatif Jerman, Christian Wulff. Dalam sebuah upaya meredakan friksi integrasi yang kian pahit, Wulff pada tahun lalu menyatakan bahwa Islam secara gamblang 'bagian dari Jerman' dilihat dari populasi Muslim yang tumbuh dan besar. Hans-Peter, yang berasal dari sayap Bavaria partai Kristen Demokrat, partai yang menaungi Merkel, dikenal menentang keberadaan imigrasi kaum Muslim. Namun ia meyakini pidatonya pada Sabtu lalu bertujuan 'melekatkan masyarakat menjadi satu dan bukan bermaksud mencerai-beraikan'.
Ia juga menegaskan menunggu kesempatan mendiskusikan pandangannnya dengan mayoritas Muslim Turki di konferensi Islami yang disponsori pemerintah pada akhir Maret 2011. Menteri Hans-Peter ditunjuk sehari setelah Karl-Theodoro zu Guttenberg, Menteri Pertahanan Jerman yang sempat moncer dipaksa mundur akibat skandal plagiarisme dalam pembuatan desertasi untuk gelar doktornya. Demi meminimalkan kerusakan, Kanselir Merkel dengan cepat merombak kabinetanya, memberi Thomas de Maizière, menteri dalam negeri yang ia percaya, tugas-tugas menteri pertahanan dan mengimpor Hans-Peter untuk mengambil alih kantor menteri dalam negeri. Meski tokoh konservatif Bavaria itu telah menyerukan penghentian imigrasi Muslim, sedikit yang memperkirakan menteri baru itu akan memercikan kontroversi begitu cepat. Lamya Kaddor, pimpinan Yayasan Islam liberal Jerman, menggambarkan ucapannya sebagai 'tamparan bagi seluruh Muslim'. Seraya menuding bahwa pendapat Hans-Peter salah secara historis maupun politik, Lamya menyatakan komentar menteri sangat berbahaya karena mengancam merusak dialog dengan komunitas Muslim.
Pernyataan Hans-Peter juga telah menuai kritikan marah dari oposisi Sosial Demokrat, dan beberapa anggota partner koalisi Merkel, Demokrat Bebas yang liberal. "Islam telah menjadi partner nyata Jerman selama beberapa generasi, menyangkal fakta itu sungguh tidak membantu," keluh anggota parlemen, Hartfrid Wolff. Ini merupakan episode terbaru debat tentang imigrasi dan asimilasi yang telah lama berlangsung. Debat ini memuncak pada akhir tahun lalu menyusul publikasi buku tulisan Thilo Sarrazin, berjudul "Deutschland schafft sich ab" (Jerman mengikis dirinya sendiri).
Sarrazin berargumen populasi asli Jerman akan segera dilampaui oleh imigran Muslim yang berasal dari golongan kelas bawah dan semi-kriminal. Mereka, tuding Sarrazin, suka memiliki banyak anak, berbicara Jerman sedikit atau tidak sama sekali dan menggantungkan pada tunjangan sosial untuk bertahan hidup. Bukunya telah terjual lebih dari 1,3 juta eksemplar, menjadi salah satu judul paling laris pascaera Perang Dunia II. Debat itu telah menghiasi headline media nasional selama beberapa bulan, namun selama ini selalu didominasi oleh politisi. Sementara perwakilan Muslim di Jerman hanya diberi ruang di kursi belakang. Tahun lalu Kanselir Merkel bahkan menyatakan upaya untuk membangun masyarakat multikultural 'telah gagal'. Pandangannya bergema hingga ke Inggris, dengan komentar serupa dilontarkan PM Inggris, David Cameron, di Jerman bulan lalu. Pernyataan Hans-Peter merupakan isyarat jelas bahwa suara garis keras terhadap integrasi dibawah pemerintahan konservatif Merkel menjadi kian nyaring.

Menteri Keuangan Jerman: Umat Islam Bagian dari Jerman
Menteri Keuangan Jerman, Wolfgan Schauble, Selasa (22/3/2011) waktu setempat, mengingatkan masyarakat Jerman untuk tidak melakukan tindak diskriminasi terhadap populasi Muslim. Menurut dia, Islam telah menjadi salah satu bagian dari masyarakat Jerman. "Kami di setiap kesempatan mengatakan bahwa Islam adalah bagian dari negara kita dan mengundang umat Islam untuk menghargai atas apa yang telah kita capai di dunia barat," papar Schauble, anggota Partai Kristen Demokrat pimpinan Angela Merkel, seperti dilaporkan Majalah Politik Cicero dan dilansir oleh theloca. Shcaubel menambahkan agama, iman, demokrasi dan hak asasi manusia bisa sejajar dan harmonis.
Pernyataan ini sangat bertolak belakang dengan sikap yang diutarakan Menteri Dalam Negeri Jerman beberapa waktu lalu. Shcauble mengingatkan agar komunitas Muslim Jerman yang sebagian besar imigran harus berusaha keras untuk berintegrasi dengan masyarakat Jerman. Usaha itu menurut dia harus terus dilakukan mengingat apa yang telah diusahakannya pada saat menjadi Menteri Dalam Negeri dalam membuka gerbang integrasi melalui dialog sehat sangat membantu proses integrasi.
Shcauble juga menilai saran yang diberikan Perdana Menteri Turki Recep Tyyip Erdogan agar imigran Turki di Jerman lebih dulu belajar bahasa Turki baru menyusul mempelajar bahasa Jerman tidaklah tepat. Ia mengatakan dirinya tidak khawatir terkait usaha masyarakat Turki konservatif yang mencegah anak-anak mereka berintegrasi dengan masyarakat Jerman.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Jerman, Hans Peter Friedrich sempat membuat pernyataan kontroversial dengan mengatakan Islam bukanlah Jerman lantaran tidak memiliki landasan historis yang kuat. Pernyataan Friedrich membuat perdebatan kian memanas soal integrasi komunitas Muslim ke dalam masyarakat Jerman. Friedrich secara luas dikritik oleh kelompok Muslim dan bahkan oleh anggota koalisi tengah-kanan.  Koalisi pemerintahan kanselir Angela Merkel menekan Friedrich untuk tidak memanaskan perdebatan usai menduduki pos Kementerian Dalam Negeri.

Presiden Jerman: Islam Bagian dari Jerman dan Kewajiban Saya untuk Melindungi Muslim
Presiden Jerman, Christian Wulff menyerukan bangsanya untuk bekerja sama mengintegrasikan empat juta Muslim di negara itu. Ia menyatakan bahwa Islam adalah 'sekarang bagian dari Jerman'. Berbicara dari utara kota Bremen pada peringatan 20 reunifikasi, ia menyebut isu itu dalam bagian utama pidatonya. Pidato Wulff kali ini berfokus pada tantangan di depan dan perlunya mengokohkan kembali bersatunya kembali Jerman.


Presiden Jerman: Adalah Kewajiban Saya untuk Melindungi Muslim
Christian Wulff


Secara khusus, ia berbicara tentang kesulitan mengintegrasikan penduduk Muslim yang besar. "Dua puluh tahun setelah reunifikasi, kita berdiri dalam tugas besar untuk menemukan solidaritas baru di Jerman yang merupakan bagian dari dunia yang cepat berubah " katanya. Sama seperti agama lain, kata dia, maka Muslim adalah bagian dari Jerman yang mempunyai hak dan kewajiban sama. "Kekristenan adalah satu bagian saja dari Jerman. Yudaisme adalah satu bagian saja dari Jerman. Ini adalah sejarah kita Yahudi-Kristen ... tapi sekarang Islam adalah juga merupakan bagian dari Jerman," tambahnya. Menurutnya, adalah kewajibannya kini untuk turut melindungi kaum Muslim yang menjadi bagian warga Jerman. "Ketika Muslim Jerman menulis kepada saya untuk mengatakan 'Anda presiden kita', maka saya membalas dengan segenap hati saya 'ya, tentu saja saya presiden Anda'," katanya. 
Jerman memiliki empat juta Muslim di antara 82 juta penduduknya dan masalah integrasi mereka telah menjadi berita utama selama berbulan-bulan. Seorang anggota bank sentral Jerman, Thilo Sarrazin, memicu kemarahan ketika ia mengatakan negara itu sedang dibuat 'lebih bodoh' oleh imigran Muslim yang berpendidikan rendah dan tidak produktif. Tak lama kemudian, ia dipaksa mengundurkan diri. Wulff menyerukan toleransi lebih dari Jerman sangat diperlukan. Ia juga bersikeras bahwa imigran juga telah menunjukkan upaya nyata untuk berintegrasi. "Mereka yang tinggal di Jerman harus mematuhi konstitusi negara dan jalan hidup, termasuk belajar bahasa," katanya.
Sebelumnya, Komunitas Islam Jerman meminta Presiden Jerman Christian Wulff melawan islamophobia. Permintaan itu muncul lantaran Muslim di Jerman acap kali menerima perlakuan diskriminatif sehingga merasa diasingkan dari masyarakat. Kondisi kian tidak menguntungkan dialami komunitas Muslim Jerman usai peluncuran buku yang berisikan tuduhan komunitas Muslim merongrong masyarakat Jerman. Pemimpin komunitas Muslim di Jerman mengatakan setiap hari pihaknya harus menghadapi pemberitaan negatif media massa nasional Jerman sebagai bentuk gerakan anti-Islam di negara itu. Oleh karena itu, komunitas Muslim Jerman mengingatkan kembali janji Presiden Jerman yang bersedia memfasilitasi pertemuan antara komunitas Muslim dan masyarakat Jerman dua bulan lalu.
----
Pada kesempatan berkunjung ke Indonesia, Presiden Jerman, Christian Wulff kembali menegaskan  bahwa pemerintah Jerman menginginkan agar hubungan kaum muslim negara itu dengan Indonesia semakin erat. Keinginan ini bukan tanpa alasan, mengingat  Jerman sudah menjadikan Islam sebagai bagian dari Negara itu. "Kami ingin lebih erat lagi antara kaum Muslim di Jerman dan Indonesia. Pada bulan oktober saya berpidato menyampaikan Islam sudah bagian dari Jerman,"ujar Presiden Republik Federal Jerman,  Christian Wulff saat memberikan keterangan pers bersama dengan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka, Kamis (1/12/2011).
Menurutnya para ahli Islam di Jerman secara aktif memberikan pendidikan tentang Islam di negara itu. Sementara pemerintah menjaga hak untuk tetap memperoleh pendidikan. "Kalau kita membantu agama di sana maka dunia akan semakin damai," ujarnya. Jerman juga memuji kehidupan beragama di Indonesia. Kebebasan dalam memilih agama di dalam negeri menjadi telah dalam pengembangan demokrasi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar