Minggu, 29 April 2012

PERPISAHAN MENJADI LANGKAH AWAL DALAM MERAIH MIMPI DAN CITA-CITA


Terkadang suatu perpisahan itu sangat menyakitkan, namun itu harus terjadi karna hidup masih terus berjalan. Semua ingin berlomba-lomba untuk mencapai hasil maksimal di masa depan. Jangan anggap suatu perpisahan itu menyakitkan , tapi anggap suatu perpisahan itu menjadi langkah awal dalam meraih mimpi dan cita-cita. Terus yakin bahwa kita masih akan terus bersama, namun  hanya di batasi oleh ruang dan waktu. Dan terus berdoa agar kita semua bisa bersatu lagi dengan membawa hasil dari mimpi dan cita-cita kita masing-masing.

By ;
INDRA AHMAD FIRDAUS

Selasa, 03 April 2012

galauu...

ketika sekian lama aku hanya bisa melihat,merasa,dan mengangumi dari suatu tempat yang tak dia ketahui.perasaan ini seperti oksigen yang kurasakan setiap saat dan cinta ini seperti es yang membeku bahkan tidak pernah akan mencair.ketika suatu masa kita akan bisa merasa,ketika suatu pertemuan kita akan bisa saling bertatap mata. mungkin semua itu hanya hembusan nafas yang bisa dirasakan tapi tak bisa dilihat dari kasat mata. semakin lama hembusan nafas itu semakin kencang dan semakin lama pula perasaan ini di pendam,tapi dia tak tahu ada seseorang yang memperhatikan dia. namun itulah yang dinamakan CINTA meskipun tak harus memiliki.

Minggu, 18 Maret 2012

MASA PUTIH ABU-ABU

Bertepatan dengan hari-hari terakhir saya mengenakan seragam putih abu-abu (lagi sombong nih, udah mau jadi mahasiswa ^^), saya jadi seperti semua orang: lebih menghargai apa artinya pertemanan.
Sekedar informasi, sebelum sempat mengicipi rasanya putih abu-abu, semasa saya pake seragam warna-warni (di teka maksudnya), putih merah, dan putih biru, saya selalu menjadi sepeti anak hilang ( maksudnya?): saya tak punya teman. Di saat anak-anak satu sekolah bermain bekel di teras dan kejar-kejaran di lapangan, saya manyun sendirian aja di depan kelas (soalnya waktu itu kalo istirahat gak boleh masuk kelas). Waktu anak-anak pada ribut ngegosip hal-hal penting dan gak penting, saya juga manyun aja di pojokan kelas. Tiap kali masuk pagi pada rebutan kursi deretan paling bontot tetep aja saya dapet bangku depan sendiri. Sendirian lagi! Entah saya yang gak nyambung ama mereka ato mereka yang takut ketularan manyun saya (halah..) tapi yang pasti saya merasa sangat kesepian.. TT(aduh.. cup cup.. gak ada permen..)
Nah, begitu menginjak pavingan warna merahnya parkiran SMA pertama saya (emang lo SMA berapa kali, Dy? –) dan berkenalan dengan puluhan wajah baru, saya pun menemukan arti hidup yang sesungguhnya (waduh, ketinggian bahasanya..). Memang benar mereka masih wajah-wajah asing yang bagi saya sama saja seperti wajah-wajah yang saya kenal di bangku warna-warni-merah-dan-biru dulu. Dan saya pikir mereka bakal sama aja dengan mereka yang saya kenal di bangku warna-warni-merah-dan-biru itu: nyuekin saya seolah-olah saya punya kutil sebesar bola tenis di bawah hidung saya dan bisa menular dalam radius tiga meter (kutil segede itu gimana lo nafasnya, Dy?)..
Pertamanya emang betul sih (bukan kutilnya yang betul, tapi sifat wajah-wajah barunya.. –). Tapi lama kelamaan tidak. Entah mereka yang memang ‘berbeda’ dengan mereka, atau justru saya yang ternyata bisa ‘berbeda’ dengan saya yang sebelumnya (mbulet) tapi kenyataannya mereka memang berbeda. Di bangku anak tak berjurusan di SMA, saya belajar satu hal:
TEMAN, artinya bukan sekedar “orang lain yang kita kenal dan mengenal kita secara dekat”, tapi
TEMAN, artinya BELAHAN OTAK KITA
(bukan berarti kita berteman supaya kita gak mikir-mikir banget waktu ulangan, lo ^^)
Karena sesungguhnya kita berpikir dan merasakan di bagian tubuh yang sama, yaitu otak. Hati itu tempat pembentukan sel darah merah dan pembentukan empedu yang berguna untuk mengemulsi lemak dan membentuk pigmen bilirubin dan biliverdin sebagai pewarna urin yang sudah dibentuk di ginjal (bentar-bentar, tadi kayaknya gak ngomongin ini, deh –a). Sedangkan jantung itu cuma gumpalan otot di rongga dada sebelah kiri yang berguna untuk memompa darah ke seluruh tubuh dan paru-paru (bukan ngomongin ini juga, deh, kayaknya.. apa ya?) Sekarang mari kita lihat, di mana hulu dari seua yang kita anggap pusat perasaan–set set set–dan ternyata semuanya kembali ke OTAK.
NAh, sekarang bayangkan otak kita terbelah dan salah satu belahannya berubah wujud jadi Power Ranger yang kita namakan ‘teman’. Dia nyambung sama apa yang kita pikirkan, dia paham sama apa yang kita rasakan, dia tahu yang kita mau, dan demikian juga kita terhadapnya.
Dan itulah yang pertama saya pelajari dari bangku putih abu-abu. Dan.. (waduh, terlalu privasi) di bangku tanpa jurusan itu juga saya merasakan bahwa pribadi sedatar tembok saya ternyata bisa berubah jadi selembut yang namanya–(tiiit, access denied)–saya jadi sadar bahwa masa SMA bisa merubah apa saja! (-^^- hehe..)
(Tapi bukan itu intinya..–) Lalu, begitu naik kelas dua, saya mendapat pelajaran berikutnya:
SMA, artinya bukan “masa pendidikan di mana seorang anak belajar merintis masa depan dari kehidupan yang kekanak-kanakan menuju dewasa”, tapi
SMA, artinya “masa di mana yang salah dan yang betul adalah benar”,
(hah?)
Hal ini merajuk pada masa-masa saya pertama kali merasakan kelas jurusan IPA bersama temen- teman saya yang–sedikit-sedikit banyak–gila. Waktu itu saya duduk paling depan, , saya akui itu adalah masa di mana saya mendapat prestasi belajar paling jeblok seumur hidup saya (^^ hehe, jadi malu) sekaligus paling tinggi (kadang-kadang). Paling jeblok soalnya dalam jam-jam sekolah, porsi belajar saya hanya 20% dari porsi “gila-gilaan bersama teman-teman” saya, artinya saya hanya ‘serius’ selama 1,5 jam dari 7 jam saya berada di sekolah, dan sisanya adalah kegilaan bersama teman-teman. (hehe..)
Dan begitu saya naik kelas yang merupakan tujuan akhir saya menginjak paving merah parkiran MAN, saya mempelajari hal terakhir:
KAYA, artinya bukan “mempunyai banyak harta dan ilmu setinggi bintang”, tapi
KAYA artinya adalah “mempunyai banyak belahan otak di mana mereka juga mempunyai banyak harta dan ilmu setinggi bintang seperti yang telah dan akan kita capai”.
(..huaa, dalem bener..)
Tapi itu memang hal yang saya dapet selama mengenakan seragam kebanggaan saya selama tiga tahun terakhir ini. Gak rugi saya bolak-balik ber kilo tiap hari cuman buat melototin papan tulis .Tapi yang paling penting saya gak rugi sekolah di MAN kebanggaan saya karena dengan sekolah di sana saya mengenal banyak teman yang tak akan pernah mungkin tergantikan..

SEKIAN ..

Wassalam

              By
 INDRA AHMAD FIRDAUS
            (XII ipa 2)

Rabu, 29 Februari 2012

Pendidikan Islam di Eropa: Jerman

Pencarian pengakuan dan identitas dari para imigran Muslim, terutama Turki Muslim, di Jerman dan negara Eropa lainnya terus berproses. Upaya integrasi yang dilakukan oleh pemerintah, kaum muslim, dan lainnya terus dilakukan, agar eksistensi kaum muslim di sana dapat sejajar dengan penduduk Jerman lainnya. Upaya tersebut, sedikit demi sedikit membuahkan hasil, di antaranya "Masuknya studi Islam di berbagai lembaga kajian dan pendidikan'" di Jerman, bahkan Islam menjadi bagian dari kurikulum pendidikan bagi kalangan Muslim di Jerman, sebagaimana digambarkan dalam beberapa tulisan bagian awal. Pada bagian kedua, beberapa tulisan menggambarkan pro-kontra dari para petinggi Jerman mengenai Islam dan muslim dalam konteks eksistensi, integrasi, dan kontribusi kaum Muslim terhadap "kebangsaan dan peradaban" Jerman.    Tulisan-tulisan ini dikumpulkan dari situs http://www.republika.co.id, sebagaimana disebutkan dalam sumber (tulisan di bagian akhir), dengan beberapa modifikasi. 

Studi Islam Resmi Jadi Program di Universitas Wolfgang Goethe Frankfurt
Perlu diketahui bahwa Kaum Muslim yang tinggal di Jerman mencapai 4,3 Juta, dan 2,5 Juta di antaranya adalah berasal dari kaum imigran Turki. Berbagai persoalan yang mewarnai hubungan antara Islam (Muslim) dan Jerman (serta Eropa lainnya) mendapatkan perhatian serius dari kalangan akademisi dan pemerintah Jerman. Salah satunya diupayakan oleh Universitas Wolfgang Goethe di Frankfurt Jerman. Universitas ini membuka program kajian Islam selama tiga tahun pada semester musim dingin tahun 2010. 
Program sarjana itu akan fokus pada kajian ilmiah agama dan aspek sejarah Islam. Keberhasilan program studi kajian Islam itu akan ditinjau ulang oleh universitas tiga tahun sejak peluncuran. Pemerintah Jerman pun mengumumkan rencana di awal tahun ini untuk mendirikan institut khusus bagi kajian Islam untuk melatih generasi pemuka Muslim dan pengajar agama untuk lebih mampu beradaptasi dengan masyarakat Barat. "Jumlah anak-anak dan kaum muda Islam di Jerman sangat tinggi dan meningkat setiap saat" ujar Menteri Pendidikan Jerman, Annete Schavan. Karena itu, pemerintah juga menyambut proposal yang diajukan dewan penasihat pendidikan untuk membentuk pusat teologi Islami di dua perguruan tinggi negeri.  
Program itu sekaligus secara halus mengendalikan bagaimana bentuk pendidikan keyakinan diajarkan ke populasi Muslim yang kian berkembang. Tujuan pemerintah, selain agar kaum muslim lebih adaptif dan berintergrasi secara penuh, kaum muda Muslim juga tak mudah mengikuti pemikiran ekstrimisme dan kelompok radikal. Pada sisi yang lain, umat muslim Jerman pun berusaha keras untuk mengikis sterotype tentang Islam dan Islamophobia dari kalangan non-muslim.  

Kajian Islam Jadi Kurikulum Baru Pendidikan di Jerman
Menteri Pendidikan Jerman, Annette Schavan  mendukung rencana memasukan Islam sebagai bagian dari kurikulum di negara tersebut. Schavan menilai kurikulim tentang Islam  bisa mengantarkan integrasi masyarakat Muslim Jerman secara utuh.  Tak hanya itu, keberadaan pendidikan tentang islam akan menjadi jembatan kesepahaman antara pelajar muslim dan nonmuslim di Jerman. "Tentu saya sangat mengetahui ketakutan warga Jerman ketika membahas masalah tersebut. Namun, saya melihatnya sebagai wujud kebebasan beragama sekaligus menengahi dialog antara muslim dan nonmuslim," ungkapnya seperti dikutip dari Abnar.ir, Senin (26/7/2010).
Ia mengakui, selama ini pendidikan tentang islam tidaklah berkaitan erat dengan Alquran namun lebih condong kepada islam radikal. Maka itu, kata dia, kebijakan baru bisa menjauhkan islam dari citra kekerasan dan radikalisme serta membuatnya menjadi sangat transparan. "Pengalaman saya sebagai menteri kebudayaan sangat positif. Penerimaan terhadap islam di Jerman berubah drastis," ungkapnya. "Faktanya, tidak ada yang dirahasiakan soal Islam ketika diajarkan," kata dia. Selain mendukung kebijakan baru tentang kurikulum Islam, Schavan memimpikan pendirian universitas yang khusus mengkaji Islam. Ia juga mengharapkan adanya pendidikan tentang Imam di Univeritas di Jerman, yang akan bekerja sebagai guru di masjid. "Kami membutuhkan pemimpin yang mempelajari agama secara ilmiah dan kritis," kata dia.
Schavan juga mengatakan komunitas muslim di Jerman sebaiknya memahami diri mereka sebagai bagian dari masyarakat Jerman. Ia meminta tidak ada isolasi ataupun tuduhan bernada diskriminasi. "Jadi, tidak akan ada isolasi, semua berjalan secara transparan," tegas dia. Sebagai informasi, Schavan merupakan sosok dibalik perkenalan kurikulum islam di  Baden-Württemberg. Semasa menjadi menteri kebudayaam, Schavan memperbolehkan seorang guru muslim untuk mengenakan jilbab. Langkah Schavan bukan tanpa menuai protes dari warga Jerman. Namun, seiring perkembangan komunitas Islam di Jerman,  negara tersebut memiliki kebijakan lain tentang penanganan komunitas muslim seperti tidak mengikuti Perancis dan Belgia yang melarang burka.

Uji Coba Pendidikan Islam di Beberapa Sekolah di Jerman
Negara bagian di Jerman, Niedersachsen (Lower Saxony), mulai memberikan ajaran Islam dalam sekolah-sekolah di wilayahnya. Kebijakan itu diterapkan untuk melawan sentimen anti-Islam atau Islamofobia di Eropa. Menteri Pendidikan di negara bagian yang terletak di Barat Laut Jerman ini, Bernd Althusmann, mengumumkan seluruh sekolah di negara bagian tersebut akan memasukkan pendidikan Islam dalam kurikulum pendidikan utama. ''Saya pikir kita akan mulai menerapkannya pada tahun ajaran mendatang,'' ujarnya saat mengunjungi sekolah dasar di Hanover, termasuk mengunjungi kelas pendidikan Islam di sekolah itu. Pada tahun 2010, pendidikan Islam sudah diujicobakan di 42 sekolah di sana. Sekitar 2 ribu siswa Muslim di sekolah-sekolah dasar telah mendapatkan pendidikan Islam di negara bagian itu.
Kebijakan itu diterapkan setelah dipicu oleh gelombang baru sentimen anti-Islam, terutama sikap konservatif politikus Belanda, Geert Wilders, yang membeci Islam dengan membuat film Fitna. Bahkan di Jerman sendiri kini telah berdiri partai baru yang diberi nama Partai Kebebasan yang dibentuk oleh anggota Parlemen Berlin, René Stadtkewitz, yang pandangan politiknya anti-Islam.  Partai Kebebasan itu bahkan telah mengundang Wilders untuk berpidato di Berlin. Stadtkewitz (45 tahun) mengatakan Islam merupakan penghalang integrasi antara imigran dengan masyarakat Jerman. ''Islam bukan hanya agama, tetapi juga sistem politik. Islam tidak toleran terhadap orang-orang yang berpikir secara berbeda,'' katanya.

Menjadi Kebijakan: Islam Masuk dalam Kurikulum Sekolah Jerman
Sebagai tindak lanjut dari uji coba di atas, Menteri Dalam Negeri Jerman Thomas de Maziere Senin (15/2/2011) menyerukan kepada 16 negara bagian untuk memasukkan agama Islam dalam kurikulumnya di sekolah-sekolah. Berbicara di kota Jerman selatan, Nuremberg, ia meminta pemerintah agar menyetujui konsep agama Islam dalam kelas pada tahun depan. De Mazier mengungkapkan, kelas Islam di beberapa sekolah Jerman tidak akan lama lagi masuk dalam ujian masuk sekolah, tetapi seharusnya dalam kenyataanya harus dilandaskan dengan hukum yang kuat.
Ia menambahkan, setiap warga negara Jerman harus datang dan membantu atas solusi pragmatis yang dimilikinya. Beberapa negara bagian di Jerman telah lebih dulu memasukkan agama Islam dalam kurikulumnya, tetapi Berlin bertujuan untuk menawarkan Islam sebagai subjek reguler di sekolah-sekolah di seluruh negeri, diajarkan dalam bahasa Jerman oleh guru-guru yang terlatih di Jerman. Salah satu kendala utama dari kelas-kelas ini adalah dana dan kekurangan guru agama Islam. Ada sekitar empat juta Muslim yang tinggal di Jerman, termasuk sekitar 2,5 juta adalah orang Turki. Umumnya, kemampuan komunikasi berbahasa Jerman (dan Inggris) dari kaum imigran Turki cukup rendah. Oleh karenanya, mereka mengalami kendala bahasa (dan lainnya) ketika bersosialisasi dan berintegrasi di Jerman.   


Respon Masyarakat Jerman: Kurikulum Agama Islam Penyebar Kebencian
Sebgaian masyarakat Jerman mengkritik kebijakan pemerintah Jerman terkait masuknya pelajaran Agama Islam dalam kurikulum sekolah. Menurut Mereka, kebijakan ini berefek pada penyebaran kebencian terhadap agama lain. Menanggapi kritik itu, Menteri Pendidikan Jerman mengatakan tidak ada satupun ajaran Islam yang menganjurkan kekerasan pada umat agama lain.. "Tidak ada satu ayat dalam Alquran yang membolehkan pelajar menganiaya pelajar berkeyakinan berbeda," kata dia seperti dikutip rt.com, Jumat (28/10/2011).
Kritik itu bermula saat ditemukan ada oknum guru yang mengajarkan kebencian terhadap siswanya. "Orang Kristen gemar ke disko, minum alkohol dan berbuat zina. Percayalah pada Alquran," demikian klaim temuan masyarakat Jerman.  Kepala Dewan Islam Jerman, Burhan Kesici menilai sebelumnya hubungan antara pemerintah dan masyarakat Jerman  dengan komunitas Muslim dilandasi kecurigaan. Mereka khawatir pemuda Muslim berusaha untuk memberlakukan hukum syariat di Jerman, katanya.
Salah seorang tokoh Gerakan Pax Europa Citizens, Karl Schmidt, menuduh guru Agama Islam mengajarkan kepada muridnya bahwa mereka adalah umat unggul. Ia mengajarkan pula bahwa hukum syariah lebih tinggi daripada hukum Jerman. "Karena itu, mereka berusaha untuk memberlakukan hukum syariat," papar dia.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Jerman Thomas de Maziere Senin menyerukan kepada 16 negara bagian untuk memasukkan agama Islam dalam kurikulumnya di sekolah-sekolah. Berbicara di kota Jerman selatan, Nuremberg, ia meminta pemerintah agar menyetujui konsep agama Islam dalam kelas pada tahun depan. Beberapa negara bagian di Jerman telah lebih dulu memasukkan agama Islam dalam kurikulumnya. Pelajaran itu diajarkan dalam bahasa Jerman oleh guru-guru yang terlatih. Salah satu kendala utama adalah kekurangan guru agama Islam. Ada sekitar empat juta Muslim yang tinggal di Jerman, termasuk sekitar 2,5 juta adalah orang Turki.
Sementara itu, Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan kepada Muslim di negerinya untuk mentaati undang-undang dan bukan hukum syariah. "Sekarang dengan jelas bahwa di Jerman juga ada kaum Muslim. Tetapi yang terpenting adalah untuk memberikan perhatian kepada Islam bahwa nilai yang diajarkan Islam terwakili di dalam UU Jerman," ujar Merkel. Merkel juga mengatakan bahwa Jerman saat ini membutuhkan seorang imam (pemimpin) dengan pendidikan Jerman dan yang memiliki akar sosial Jerman.

Kontroversi Integrasi Imigran Muslim (dan Islam) di Jerman
Islam Dianggap Sebagai Ancaman di Prancis dan Jerman
Sekurangnya 40 persen warga Prancis dan Jerman menganggap Islam sebagai ancaman. Demikian hasil survey Ifop yang dirilis di harian Prancis, Le Monde, seperti dilaporkan examiner.com, Rabu (05/01/2011). Menurut survey, responden Prancis yang menganggap Islam sebagai ancaman mencapai 42 persen. Sementara 22 persen menganggap Islam sebagai faktor keragaman budaya. Sementara di Jerman, responden yang menganggap Islam sebagai ancaman mencapai 40 persen, dan 24 persen menilai Islam memperkaya budaya.
Di kedua negara, mayoritas responden menilai integrasi Muslim dalam masyarakat mereka belum terjadi. Mereka bahkan menilai tidak terintegrasi sama sekali. Pendapat ini dikemukakan oleh 68 persen responden Jerman dan 75 persen responden Prancis. Sekitar 5 hingga 6 juta Muslim tinggal di Prancis, yang merupakan negara Eropa dengan populasi Muslim terbesar. Sementara di Jerman ada 4 juta Muslim. Jumlah Muslim di Prancis sebenarnya tidak terdata dengan benar karena banyaknya imigran ilegal.
Mengenai pengaruh dan kehadiran Islam, 55 persen responden Prancis dan 49 persen responden Jerman mengatakan terlalu kentara. Alasan rendahnya integrasi Muslim, 61 persen responden di Prancis dan 67 persen di Jerman mengatakan Muslim menolak untuk berintegrasi. Baru-baru ini, Kanselir Jerman Angela Merkel mengejutkan dunia dengan mengatakan model multikultur yang diadopsi Jerman untuk mengakomodasi jutaan Muslim di sana telah gagal total. Di sisi lain, pujian Merkel terhadap kartunis Denmark Kurt Westergard Ahad lalu menambah buruk suasana. Karena itu, Mazyek mengingatkan komunitas Muslim Jerman untuk kuat dan tabah menghadapi tekanan dan kebencian. "Ketakutan terhadap islam tengah dibangun. Sangat disayangkan ketakutan itu kian memperumit usaha komunitas Muslim Jerman untuk berintergrasi secara utuh dengan masyarakat Jerman," kata dia. 


Menteri Dalam Negeri Jerman: Islam (dan Muslim) Tidak Termasuk Bagian Identitas Negara
 Menteri Dalam Negeri Jerman yang baru ditunjuk Kanselir Jerman, Angela Merkel, menyalakan kembali debat imigrasi yang sudah memanas dengan bersikeras menyatakan Islam 'bukan bagian identitas' di Jerman, yang notabene memiliki populasi Muslim sebanyak 4 juta orang. Hans-Peter Friedrich, nama menteri dalam negeri baru, mulai berkantor pekan lalu usai kanselir melakukan perombakan kabinet.
 Namun pandangannya yang blak-blakan langsung memprovokasi kecaman dari anggota parlemen kubu oposisi dan respon pedas dari grup-grup Islam yang menuding ucapan Hans-Peter adalah 'tamparan bagi seluruh Muslim'.  "Menyatakan Islam bagian dari Jerman bukanlah fakta yang didukung oleh sejarah," ujar Hans-Peter. Pada akhir pekan ia menggarisbawahi posisinya dan bersikeras bahwa para imigran harus sadar sepenuhnya dengan negara tuan rumah yang "asli Kristen Barat" dan mempelajari Bahasa Jerman "sebagai bahasa pertama dan yang utama".
Pandangannya mutlak bertentangan dengan presiden konservatif Jerman, Christian Wulff. Dalam sebuah upaya meredakan friksi integrasi yang kian pahit, Wulff pada tahun lalu menyatakan bahwa Islam secara gamblang 'bagian dari Jerman' dilihat dari populasi Muslim yang tumbuh dan besar. Hans-Peter, yang berasal dari sayap Bavaria partai Kristen Demokrat, partai yang menaungi Merkel, dikenal menentang keberadaan imigrasi kaum Muslim. Namun ia meyakini pidatonya pada Sabtu lalu bertujuan 'melekatkan masyarakat menjadi satu dan bukan bermaksud mencerai-beraikan'.
Ia juga menegaskan menunggu kesempatan mendiskusikan pandangannnya dengan mayoritas Muslim Turki di konferensi Islami yang disponsori pemerintah pada akhir Maret 2011. Menteri Hans-Peter ditunjuk sehari setelah Karl-Theodoro zu Guttenberg, Menteri Pertahanan Jerman yang sempat moncer dipaksa mundur akibat skandal plagiarisme dalam pembuatan desertasi untuk gelar doktornya. Demi meminimalkan kerusakan, Kanselir Merkel dengan cepat merombak kabinetanya, memberi Thomas de Maizière, menteri dalam negeri yang ia percaya, tugas-tugas menteri pertahanan dan mengimpor Hans-Peter untuk mengambil alih kantor menteri dalam negeri. Meski tokoh konservatif Bavaria itu telah menyerukan penghentian imigrasi Muslim, sedikit yang memperkirakan menteri baru itu akan memercikan kontroversi begitu cepat. Lamya Kaddor, pimpinan Yayasan Islam liberal Jerman, menggambarkan ucapannya sebagai 'tamparan bagi seluruh Muslim'. Seraya menuding bahwa pendapat Hans-Peter salah secara historis maupun politik, Lamya menyatakan komentar menteri sangat berbahaya karena mengancam merusak dialog dengan komunitas Muslim.
Pernyataan Hans-Peter juga telah menuai kritikan marah dari oposisi Sosial Demokrat, dan beberapa anggota partner koalisi Merkel, Demokrat Bebas yang liberal. "Islam telah menjadi partner nyata Jerman selama beberapa generasi, menyangkal fakta itu sungguh tidak membantu," keluh anggota parlemen, Hartfrid Wolff. Ini merupakan episode terbaru debat tentang imigrasi dan asimilasi yang telah lama berlangsung. Debat ini memuncak pada akhir tahun lalu menyusul publikasi buku tulisan Thilo Sarrazin, berjudul "Deutschland schafft sich ab" (Jerman mengikis dirinya sendiri).
Sarrazin berargumen populasi asli Jerman akan segera dilampaui oleh imigran Muslim yang berasal dari golongan kelas bawah dan semi-kriminal. Mereka, tuding Sarrazin, suka memiliki banyak anak, berbicara Jerman sedikit atau tidak sama sekali dan menggantungkan pada tunjangan sosial untuk bertahan hidup. Bukunya telah terjual lebih dari 1,3 juta eksemplar, menjadi salah satu judul paling laris pascaera Perang Dunia II. Debat itu telah menghiasi headline media nasional selama beberapa bulan, namun selama ini selalu didominasi oleh politisi. Sementara perwakilan Muslim di Jerman hanya diberi ruang di kursi belakang. Tahun lalu Kanselir Merkel bahkan menyatakan upaya untuk membangun masyarakat multikultural 'telah gagal'. Pandangannya bergema hingga ke Inggris, dengan komentar serupa dilontarkan PM Inggris, David Cameron, di Jerman bulan lalu. Pernyataan Hans-Peter merupakan isyarat jelas bahwa suara garis keras terhadap integrasi dibawah pemerintahan konservatif Merkel menjadi kian nyaring.

Menteri Keuangan Jerman: Umat Islam Bagian dari Jerman
Menteri Keuangan Jerman, Wolfgan Schauble, Selasa (22/3/2011) waktu setempat, mengingatkan masyarakat Jerman untuk tidak melakukan tindak diskriminasi terhadap populasi Muslim. Menurut dia, Islam telah menjadi salah satu bagian dari masyarakat Jerman. "Kami di setiap kesempatan mengatakan bahwa Islam adalah bagian dari negara kita dan mengundang umat Islam untuk menghargai atas apa yang telah kita capai di dunia barat," papar Schauble, anggota Partai Kristen Demokrat pimpinan Angela Merkel, seperti dilaporkan Majalah Politik Cicero dan dilansir oleh theloca. Shcaubel menambahkan agama, iman, demokrasi dan hak asasi manusia bisa sejajar dan harmonis.
Pernyataan ini sangat bertolak belakang dengan sikap yang diutarakan Menteri Dalam Negeri Jerman beberapa waktu lalu. Shcauble mengingatkan agar komunitas Muslim Jerman yang sebagian besar imigran harus berusaha keras untuk berintegrasi dengan masyarakat Jerman. Usaha itu menurut dia harus terus dilakukan mengingat apa yang telah diusahakannya pada saat menjadi Menteri Dalam Negeri dalam membuka gerbang integrasi melalui dialog sehat sangat membantu proses integrasi.
Shcauble juga menilai saran yang diberikan Perdana Menteri Turki Recep Tyyip Erdogan agar imigran Turki di Jerman lebih dulu belajar bahasa Turki baru menyusul mempelajar bahasa Jerman tidaklah tepat. Ia mengatakan dirinya tidak khawatir terkait usaha masyarakat Turki konservatif yang mencegah anak-anak mereka berintegrasi dengan masyarakat Jerman.
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Jerman, Hans Peter Friedrich sempat membuat pernyataan kontroversial dengan mengatakan Islam bukanlah Jerman lantaran tidak memiliki landasan historis yang kuat. Pernyataan Friedrich membuat perdebatan kian memanas soal integrasi komunitas Muslim ke dalam masyarakat Jerman. Friedrich secara luas dikritik oleh kelompok Muslim dan bahkan oleh anggota koalisi tengah-kanan.  Koalisi pemerintahan kanselir Angela Merkel menekan Friedrich untuk tidak memanaskan perdebatan usai menduduki pos Kementerian Dalam Negeri.

Presiden Jerman: Islam Bagian dari Jerman dan Kewajiban Saya untuk Melindungi Muslim
Presiden Jerman, Christian Wulff menyerukan bangsanya untuk bekerja sama mengintegrasikan empat juta Muslim di negara itu. Ia menyatakan bahwa Islam adalah 'sekarang bagian dari Jerman'. Berbicara dari utara kota Bremen pada peringatan 20 reunifikasi, ia menyebut isu itu dalam bagian utama pidatonya. Pidato Wulff kali ini berfokus pada tantangan di depan dan perlunya mengokohkan kembali bersatunya kembali Jerman.


Presiden Jerman: Adalah Kewajiban Saya untuk Melindungi Muslim
Christian Wulff


Secara khusus, ia berbicara tentang kesulitan mengintegrasikan penduduk Muslim yang besar. "Dua puluh tahun setelah reunifikasi, kita berdiri dalam tugas besar untuk menemukan solidaritas baru di Jerman yang merupakan bagian dari dunia yang cepat berubah " katanya. Sama seperti agama lain, kata dia, maka Muslim adalah bagian dari Jerman yang mempunyai hak dan kewajiban sama. "Kekristenan adalah satu bagian saja dari Jerman. Yudaisme adalah satu bagian saja dari Jerman. Ini adalah sejarah kita Yahudi-Kristen ... tapi sekarang Islam adalah juga merupakan bagian dari Jerman," tambahnya. Menurutnya, adalah kewajibannya kini untuk turut melindungi kaum Muslim yang menjadi bagian warga Jerman. "Ketika Muslim Jerman menulis kepada saya untuk mengatakan 'Anda presiden kita', maka saya membalas dengan segenap hati saya 'ya, tentu saja saya presiden Anda'," katanya. 
Jerman memiliki empat juta Muslim di antara 82 juta penduduknya dan masalah integrasi mereka telah menjadi berita utama selama berbulan-bulan. Seorang anggota bank sentral Jerman, Thilo Sarrazin, memicu kemarahan ketika ia mengatakan negara itu sedang dibuat 'lebih bodoh' oleh imigran Muslim yang berpendidikan rendah dan tidak produktif. Tak lama kemudian, ia dipaksa mengundurkan diri. Wulff menyerukan toleransi lebih dari Jerman sangat diperlukan. Ia juga bersikeras bahwa imigran juga telah menunjukkan upaya nyata untuk berintegrasi. "Mereka yang tinggal di Jerman harus mematuhi konstitusi negara dan jalan hidup, termasuk belajar bahasa," katanya.
Sebelumnya, Komunitas Islam Jerman meminta Presiden Jerman Christian Wulff melawan islamophobia. Permintaan itu muncul lantaran Muslim di Jerman acap kali menerima perlakuan diskriminatif sehingga merasa diasingkan dari masyarakat. Kondisi kian tidak menguntungkan dialami komunitas Muslim Jerman usai peluncuran buku yang berisikan tuduhan komunitas Muslim merongrong masyarakat Jerman. Pemimpin komunitas Muslim di Jerman mengatakan setiap hari pihaknya harus menghadapi pemberitaan negatif media massa nasional Jerman sebagai bentuk gerakan anti-Islam di negara itu. Oleh karena itu, komunitas Muslim Jerman mengingatkan kembali janji Presiden Jerman yang bersedia memfasilitasi pertemuan antara komunitas Muslim dan masyarakat Jerman dua bulan lalu.
----
Pada kesempatan berkunjung ke Indonesia, Presiden Jerman, Christian Wulff kembali menegaskan  bahwa pemerintah Jerman menginginkan agar hubungan kaum muslim negara itu dengan Indonesia semakin erat. Keinginan ini bukan tanpa alasan, mengingat  Jerman sudah menjadikan Islam sebagai bagian dari Negara itu. "Kami ingin lebih erat lagi antara kaum Muslim di Jerman dan Indonesia. Pada bulan oktober saya berpidato menyampaikan Islam sudah bagian dari Jerman,"ujar Presiden Republik Federal Jerman,  Christian Wulff saat memberikan keterangan pers bersama dengan Presiden Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Merdeka, Kamis (1/12/2011).
Menurutnya para ahli Islam di Jerman secara aktif memberikan pendidikan tentang Islam di negara itu. Sementara pemerintah menjaga hak untuk tetap memperoleh pendidikan. "Kalau kita membantu agama di sana maka dunia akan semakin damai," ujarnya. Jerman juga memuji kehidupan beragama di Indonesia. Kebebasan dalam memilih agama di dalam negeri menjadi telah dalam pengembangan demokrasi.

Sejarah Pendidikan di Dunia Barat

Pendidikan berkembang melalui bermacam proses yang terjadi pada masyarakat sesuai dengan sejarah berbagai negara di dunia barat. Pada awalnya, lembaga yang memiliki tanggung jawab sebagai penyalur sosialisasi adalah gereja dan keluarga. Lalu, lembaga pendidikan menggantikan lembaga keluarga dan gereja sebagai penyalur sosialisasi kepada anak-anak. Pendidikan di beberapa negara Eropa pada jaman pertengahan ditentukan oleh otoritas mutlak melalui lisensi dari paus atau kaisar untuk mengajarkan misteri dari hukum pengobatan dan teologi di universitas beraliran kristen (Vaizey, 1974:59). Pendidikan ber hubungan dengan kepercayaan bahwa seseorang akan mencapai kebenaran dengan membaca kitab injil. Jadi, pendidikan terkesan dipaksakan dan tidak boleh dijalankan tanpa petunjuk dari gereja dan sebagai perpanjangan tangan untuk mengontrol masyarakat.
Sebelum pertengahan abad 19, lembaga pendidikan dapat dimasuki berdasarkan pada kelas sosial. Sekolah umum merupakan sekolah privat dengan biaya yang mahal (Miflen dan Mifflen, 1986: 12). Anak-anak dari keluarga menengah ke bawah sulit untuk sekolah, karena masalah ketidakmampuan memenuhi biaya pendidikan.
Pendidikan dapat dikembangkan berdasarkan adanya tuntutan penyediaan tenaga kerja untuk berbagai kebutuhan negara. Pemerintah Inggris membuat aturan tentang pendidikan untuk anak-anak dari keluarga miskin pada tahun 1833, yaitu ketika factory act (peraturan kepabrikan) seolah-olah memberikan larangan mengenai tenaga kerja anak (buruh anak). Peraturan tersebut sulit dijalankan, karena tuntutan kebutuhan tenaga kerja murah. Vaizey (1974:18) menyatakan bahwa pendidikan akan dianggap sukses apabila rakyat berhasil dilatih untuk menjalankan sebuah pabrik, membangun tentara, atau mengembangkan suatu sistem pertanian.
Pendidikan yang diajarkan dengan cara berbeda antara kaum borjuis dan kaum pekerja. Anak-anak kaum borjuis dididik untuk menjadi pemimpin dan juga diberikan pendidikan berdasarkan buku, sedangkan anak-anak kaum pekerja dilatih untuik bekerja di dalam industri produksi (Vaizey, 1974:36). Pendidikan dapat dimasuki berdasarkan pengkotakan yang diatur sesuai dengan penempatan kelas sosial. Ketidak adilan pendidikan semakin berkembang seiring kemajuan teknologi.
Kemajuan teknologi di Jerman dan di Amerika Serikat membuat Inggris menempati posisi yang imperior. Negara Jerman dan Amerika Serikat mempunyai sistem pendidikan yang lebih maju dibandingkan Inggris (Mifflen dan Mifflen, 1986:13). Inggris mencoba ikut bersaing dengan mengembangkan jurusan teknik dan ketrampilan disebabkan ingin menyamai kedudukan perdagangan Negara Jerman dan Amerika. Pendidikan di ketiga negera tersebut diperluas dengan cepat untuk memberikan keterampilan praktis yang akan digunakan untuk para pekerja di berbagai bidang pekerjaan.
Pada perkembangannya, Siswa pada lembaga-lembaga pendidikan menjadi semakin berkurang. Blyth (1972) melaporkan sampai pertengahan tahun duapuluhan, hanya 12% dari mereka yang menikmati sekolah-sekolah dasar dan empat dari seribu orang siswa yang melanjutkan pendidikan ke tingkat selanjutnya (dikutif oleh Mifflen dan Mifflen, 1986:14). Kenyataan tersebut terjadi tidak lepas karena anak-anak tidak mampu dibentuk menjadi buruh. Pendidikan bagi anak-anak kaum buruh dibentuk dengan status dan cara hidup tingkat buruh. Pendidikan dikembangkan demi mendapatkan tenaga kerja murah.
Pendidikan tidak adil bagi anak-anak miskin tidak hanya terjadi di Inggris, Amerika dan Jerman. Ketidakadilan pada lembaga pendidikan juga terjadi di Kanada, terjadi diskriminasi terhadap pribumi, anak-anak kaum buruh, orang kulit hitam, dan para imigran. Katz (1973, dikutip oleh Mifflen dan Mifflen, 1986:56) mencatat bahwa diperkenalkannya sekolah yang bebas dan wajib di Kanada bukan suatu reformasi yang ditujukan untuk keuntungan pekerja golongan miskin. Kaum buruh juga terkendala oleh biaya pendidikan yang tidak murah. Kaum buruh mengalami kesulitan untuk memasuki lembaga pendidikan, karena tidak sanggup untuk membayar biaya sekolah.
Jadi, pendidikan di beberapa negara barat merupakan wujud dari permintaan akan tenaga kerja yang murah. Kebutuhan yang mendesak dan persaingan kemajuan teknologi semakin membuat orang-orang tidak mampu atau kaum buruh semakin tersingkir dari lembaga pendidikan. Anak-anak kurang mampu dibentuk menjadi tenaga terampil, mereka kesulitan menikmati pendidikan dan tidak bisa keluar dari pengkotakan, kaum buruh menempati kelas bawah dan kaum borjuis menempati tingkat atas sebagai golongan yang mampu memasuki lembaga pendidikan.
Ketidakaadilan akan pendidikan juga dibawa oleh beberapa negara Eropa ke negara jajahannya. Pada sektor ekonomi modern dan kaya, yang terpusat dikota-kota besar negera sedang berkembang. Pendidikan ditentukan oleh suatu struktur yang mempunyai persamaan besar dengan model pendidikan dari Negara penjajah (Vaizey, 1974: 62), contohnya Negara India dan Pakistan ditemukan sekolah dasar siang yang besar seperti model sekolah di Inggris untuk anak-anak dari pegawai negeri dan masyarakat pengusaha, dan sekolah berasrama khusus untuk anak-anak kaum bangsawan. Belanda juga mengembangkan model pendidikan berdasarkan kepentingan sebagai negara penjajah di Indonesia.
Sejarah Pendidikan di Indonesia
Sejarah pendidikan yang akan diulas adalah sejak kekuasaan Belanda yang menggantikan Portugis di Indonesia. Brugmans menyatakan pendidikan ditentukan oleh pertimbangan ekonomi dan politik Belanda di Indonesia (Nasution, 1987:3). Pendidikan dibuat berjenjang, tidak berlaku untuk semua kalangan, dan berdasarkan tingkat kelas. Pendidikan lebih diutamakan untuk anak-anak Belanda, sedangkan untuk anak-anak Indonesia dibuat dengan kualitas yang lebih rendah. Pendidikan bagi pribumi berfungsi untuk menyediakan tenaga kerja murah yang sangat dibutuhkan oleh penguasa. Sarana pendidikan dibuat dengan biaya yang rendah dengan pertimbangan kas yang terus habis karena berbagai masalah peperangan.
Kesulitan keuangan dari Belanda akibat Perang Dipenogoro pada tahun 1825 sampai 1830 (Mestoko dkk,1985:11, Mubyarto,1987:26) serta perang Belanda dan Belgia (1830-1839) mengeluarkan biaya yang mahal dan menelan banyak korban. Belanda membuat siasat agar pengeluaran untuk peperangan dapat ditutupi dari negara jajahan. Kerja paksa dianggap cara yang paling ampuh untuk memperoleh keuntungan yang maksimal yang dikenal dengan cultuurstelsel atau tanam paksa (Nasution, 1987:11). Kerja paksa dapat dijalankan sebagai cara yang praktis untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya. Rakyat miskin selalu menjadi bagian yang dirugikan karena digunakan sebagai tenaga kerja murah. Rakyat miskin yang sebagian bekerja sebagai petani juga dimanfaatkan untuk menambah kas negara penguasa.
Kehidupan petani yang selalu ditekan bukan masalah yang baru. Petani menduduki posisi sosial yang selalu dimanfaatkan, lahan pertanian merupakan tempat untuk menggantungkan pendapatan dan hidup petani, terutama petani gurem. Petani menjadi sapi perahan yang harus membayar pungutan resmi untuk membantu jalannya pemerintahan dan penyuplai kebutuhan pejabat daerah (Mubyarto, 1987:24). Praktek tanam paksa sekitar tahun 1830-1870 (di Yogyakarta, Solo, dan Priangan sampai 1918) merupakan kesengsaraan yang tiada taranya dan memiliki kesan yang paling hitam bagi petani dari masa penjajahan Belanda.
Untuk melancarkan misi pendidikan demi pemenuhan tenaga kerja murah, pemerintah mengusahakan agar bahasa Belanda bisa diujarkan oleh masyarakat untuk mempermudah komunikasi antara pribumi dan Belanda. Lalu, bahasa Belanda menjadi syarat Klein Ambtenaarsexamen atau ujian pegawai rendah pemerintah pada tahun 1864. (Nasution, 1987:7). Syarat tersebut harus dipenuhi para calon pegawai yang akan digaji murah. Pegawai sedapat mungkin dipilih dari anak-anak kaum ningrat yang telah mempunyai kekuasaan tradisional dan berpendidikan untuk menjamin keberhasilan perusahaan (Nasution, 1987:12). Jadi, anak dari kaum ningrat dianggap dapat membantu menjamin hasil tanam paksa lebih efektif, karena masyarakat biasa mengukuti perintah para ningrat. Suatu keadaan yang sangat ironis, kehidupan terdiri dari lapisan-lapisan sosial yaitu golongan yang dipertuan (orang Belanda) dan golongan pribumi sendiri terdapat golongan bangsawan dan orang kebanyakan.
Pemerintah Belanda lambat laun seolah-olah bertanggung jawab atas pendidikan anak Indonesia melalui politik etis. Politik etis dijalankan berdasarkan faktor ekonomi di dalam maupun di luar Indonesia, seperti kebangkitan Asia, timbulnya Jepang sebagai Negara modern yang mampu menaklukkan Rusia, dan perang dunia pertama (Nasution, 1987:17). Politik etis terutama sebagai alat perusahaan raksasa yang bermotif ekonomis agar upah kerja serendah mungkin untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Irigasi, transmigrasi, dan pendidikan yang dicanagkan sebagai kedok untuk siasat meraup keuntungan. Irigasi dibuat agar panen padi tidak terancam gagal dan memperoleh hasil yang lebih memuaskan. Transmigrasi berfungsi untuk penyebaran tenaga kerja, salah satunya untuk pekerja perkebunan. Politik etis menjadi program yang merugikan rakyat.
Pendidikan dasar berkembang sampai tahun 1930 dan terhambat karena krisis dunia, tidak terkecuali menerpa Hindia Belanda yang disebut mangalami malaise (Mestoko dkk, 1985 :123). Masa krisis ekonomi merintangi perkembangan lembaga pendidikan. Lalu, lembaga pendidikan dibuat dengan biaya yang lebih murah. Kebijakan yang dibuat termasuk penyediaan tenaga pengajar yang terdiri dari tenaga guru untuk sekolah dasar yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan guru (Mestoko, 1985:158), bahkan lulusan sekolah kelas dua dianggap layak menjadi guru. Masalah lain yang paling mendasar adalah penduduk sulit mendapatkan uang sehingga pendidikan bagi orang kurang mampu merupakan beban yang berat. Jadi, pendidikan semakin sulit dijangkau oleh orang kebanyakan. Pendidikan dibuat untuk alat penguasa, orang kebanyakan menjadi target yang empuk diberi pengetahuan untuk dijadikan tenaga kerja yang murah.
Pendidikan dibuat oleh Belanda memiliki ciri-ciri tertentu. Pertama, gradualisme yang luar biasa untuk penyediaan pendidikan bagi anak-anak Indonesia. Belanda membiarkan penduduk Indonesia dalam keadaan yang hampir sama sewaktu mereka menginjakkan kaki, pendidikan tidak begitu diperhatikan. Kedua, dualisme diartikan berlaku dua sistem pemerintahan, pengadilan dari hukum tersendiri bagi golongan penduduk. Pendidikan dibuat terpisah, pendidikan anak Indonesia berada pada tingkat bawah. Ketiga, kontrol yang sangat kuat. Pemerintah Belanda berada dibawah kontrol Gubernur Jenderal yang menjalankan pemerintahan atas nama raja Belanda. Pendidikan dikontrol secara sentral, guru dan orang tua tidak mempunyai pengeruh langsung politik pendidikan. Keempat, Pendidikan beguna untuk merekrut pegawai. Pendidikan bertujuan untuk mendidik anak-anak menjadi pegawai perkebunan sebagai tenaga kerja yang murah. Kelima, prinsip konkordasi yang menjaga agar sekolah di Hindia Belanda mempunyai kurikulum dan standar yang sama dengan sekolah di negeri Belanda, anak Indonesia tidak berhak sekolah di pendidikan Belanda. Keenam, tidak adanya organisasi yang sistematis. Pendidikan dengan ciri-cri tersebut diatas hanya merugikan anak-anak kurang mampu. Pemerintah Belanda lebih mementingkan keuntungan ekonomi daripada perkembangan pengetahuan anak-anak Indonesia.
Pemerintah Belanda juga membuat sekolah desa. Sekolah desa sebagai siasat untuk mengeluarkan biaya yang murah. Sekolah desa diciptakan pada tahun 1907. Tipe sekolah desa yang dianggap paling cocok oleh Gubernur Jendral Van Heutz sebagai sekolah murah dan tidak mengasingkan dari kehidupan agraris (Nasution, 1987:78). Kalau lembaga pendidikan disamakan dengan sekolah kelas dua, pemerintah takut penduduk tidak bekerja lagi di sawah. Penduduk diupayakan tetap menjadi tenaga kerja demi pengamankan hasil panen.
Sekolah desa dibuat dengan biaya serendah mungkin. Pesantren diubah menjadi madrasah yang memiliki kurikulum bersifat umum. Pesatren dibumbui dengan pengetahuan umum. Cara tersebut dianggap efektif, sehingga pemerintah tidak usah membangun sekolah dan mengeluarkan biaya (Nasution, 1987:80). Guru sekolah diambil dari lulusan sekolah kelas dua, dianggap sanggup menjadi guru sekolah desa. Guru yang lebih baik akan digaji lebih mahal dan tidak bersedia untuk mengajar di lingkungan desa.
Masa penjajahan Belanda berkaitan dengan pendidikan merupakan catatan sejarah yang kelam. Penjajah membuat pendidikan sebagai alat untuk meraup keuntungan melalui tenaga kerja murah. Sekolah juga dibuat dengan biaya yang murah, agar tidak membebani kas pemerintah. Politik etis menjadi tidak etis dalam pelaksanaannya, kepentingan biaya perang yang sangat mendesak dan berbagai masalah lain menjadi kenyataan yang tercatat dalam sejarah pendidikan masa Belanda.
Belanda digantikan oleh kekuasaan Jepang. Jepang membawa ide kebangkitan Asia yang tidak kalah liciknya dari Belanda. Pendidikan semakin menyedihkan dan dibuat untuk menyediakan tenaga cuma-cuma (romusha) dan kebutuhan prajurit demi kepentingan perang Jepang (Mestoko, 1985 dkk:138). Sistem penggolongan dihapuskan oleh Jepang. Rakyat menjadi alat kekuasaan Jepang untuk kepentingan perang. Pendidikan pada masa kekuasaan Jepang memiliki landasan idiil hakko Iciu yang mengajak bangsa Indonesia berkerjasama untuk mencapai kemakmuran bersama Asia raya. Pelajar harus mengikuti latihan fisik, latihan kemiliteran, dan indoktrinasi yang ketat.
Kebangkitan Asia menjadi slogan omong kosong pada kenyataannya. Mubyarto (1987:36) menjelaskan pertanian Indonesia diusahakan dapat mendukung usaha peperangan. Bibit baru dari Taiwan memang berumur lebih pendek dengan hasil per hektar lebih tinggi dipaksakan untuk ditanam dengan sistem larikan (dalam garis lurus) dan dengan menggunakan pupuk hijau dan kompos. Petani menjadi membenci sistem baru tersebut. jaman Jepang sebagai jaman penyiksaan yang kejam. Jadi, petani dibuat sebagai sumber pendapatan yang terus dipaksa untuk manambah hasil panen. Penduduk sebagai alat komoditas yang terus diperas.
Sejarah Belanda sampai Jepang dipahami sebagai alur penjelasan kalau pendidikan digunakan sebagai alat komoditas oleh penguasa. Pendidikan dibuat dan diajarkan untuk melatih orang-orang menjadi tenaga kerja yang murah. Runtutan penjajahan Belanda dan Jepang menjadikan pendidikan sebagai senjata ampuh untuk menempatkan penduduk sebagai pendukung biaya untuk perang melalui berbagai sumber pendapatan pihak penjajah. Pendidikan pula yang akan dikembangkan untuk membangun negara Indonesia setelah merdeka.
Setelah kemerdekaan, perubahan bersifat sangat mendasar yaitu menyangkut penyesuaian bidang pendidikan. Badan pekerja KNIP mengusulkan kepada kementrian pendidikan, pengajaran, dan kebudayaan supaya cepat untuk menyediakan dan mengusahakan pembaharuan pendidikan dan pengajaran sesuai dengan rencana pokok usaha pendidikan (Mestoko, 1985:145). Lalu, pemerintah mengadakan program pemberantasan buta huruf. Program buta huruf tidak mudah dilaksanakan dengan berbagai keterbatasan sumber daya, kendala gedung sekolah dan guru. Kementrian PP dan K juga mengadakan usaha menambah guru melalui kursus selama dua tahun. Kursus bahasa jawa, bahasa Inggris, ilmu bumi, dan ilmu pasti(Mestoko dkk, 1985:161). Program tersebut menunjukkan jumlah orang yang buta huruf seluruh Indonesia sekitar 32,21 juta (kurang lebih 40%), buta huruf pada tahun 1971. Buta huruf yang dimaksud adalah buta huruf latin (Mestoko dkk, 1985:327). Jadi, kegiatan pemberantasan buta huruf di pedesaan yang diprogramkan oleh pemerintah untuk menanggulangi angka buta aksara di Indonesia dan buta pengetahuan dasar, tetapi pendidikan kurang lebih tidak berdampak pada rumah tangga kurang mampu.
Kemerdekaan Indonesia tidak membuat nasib orang tidak mampu terutama dari sektor pertanian menjadi lebih baik. Pemaksaan atau perintah halus gampang muncul kembali, contoh yang paling terkenal dengan akibat yang hampir serupa seperti cara-cara dan praktek pada jaman Jepang, bimas gotong royong yang diadakan pada tahun 1968-1969 disebut bimas gotong royong karena merupakan usaha gotong royong antara pemerintah dan swasta (asing dan nasional) untuk meyelenggarakan intensifikasi pertanian dengan menggunakan metode Bimas (Fakih, 2002:277, Mubyarto, 1987:37). Adapun tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi beras dalam waktu sesingkat mungkin dengan mengenalkan bibit padi unggul baru yaitu Peta Baru (PB) 5 dan PB 8.37. Pada jaman penjajahan Belanda juga pernah dilakukan cultuurstelsel, Jepang memaksakan penanaman bibit dari Taiwan. Jadi, rakyat dipaksakan mengikuti kemauan dari pihak penguasa. Cara tersebut kurang lebih sama dengan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia sebagai cara untuk menghasilkan panen yang lebih maksimal. Muller (1979:73) menyatakan berdasarkan penelitian yang dilakukan di Indonesia bahwa sebagaian besar masyarakat yang masih hidup dalam kemiskinan, paling-paling hanya bisa memenuhi kebutuhan hidup yang paling minim, dan hampir tidak bisa beradaptasi aktif sedangkan golongan atas hidup dalam kemewahan.
Pendidikan pada masa Belanda, Jepang dan setelah kemerdekaan sulit dicapai oleh orang-orang dari rumah tangga kurang mampu. Mereka diajarkan dan diberi pengetahuan untuk kepentingan pihak penguasa. Mereka dijadikan tenaga kerja yang diandalkan untuk mencapai keuntungan yang maksimal. Setelah jaman kemerdekaan, rakyat dari rumah tangga kurang mampu terus menjadi sumber pemaksaan secara halus untuk pengembangan bibit padi unggul. Pendidikan sebagai alat penguasa untuk mengembangkan program yang dianggap dapat mendukung peningkatan pemasukan pemerintah.

Senin, 27 Februari 2012

SEJARAH ISLAM DI AMERIKA

Islam di Amerika Sebelum Columbus
Christopher Columbus menyebut Amerika sebagai 'The New World' ketika pertama kali menginjakkan kakinya di benua itu pada 21 Oktober 1492. Namun, bagi umat Islam di era keemasan, Amerika bukanlah sebuah 'Dunia Baru'. Sebab, 603 tahun sebelum penjelajah Spanyol itu menemukan benua itu, para penjelajah Muslim dari Afrika Barat telah membangun peradaban di Amerika.
Klaim sejarah Barat yang menyatakan Columbus sebagai penemu benua Amerika akhirnya terpatahkan. Sederet sejarawan menemukan fakta bahwa para penjelajah Muslim telah menginjakkan kaki dan menyebarkan Islam di benua itu lebih dari setengah milenium sebelum Columbus. Secara historis umat Islam telah memberi kontribusi dalam ilmu pengetahuan, seni, serta kemanusiaan di benua Amerika.
''Tak perlu diragukan lagi, secara historis kaum Muslimin telah memberi pengaruh dalam evolusi masyarakat Amerika beberapa abad sebelum Christopher Columbus menemukannya,'' tutur Fareed H Numan dalam American Muslim History A Chronological Observation. Sejarah mencatat Muslim dari Afrika telah menjalin hubungan dengan penduduk asli benua Amerika, jauh sebelum Columbus tiba.
Sejarawan Ivan Van Sertima dalam karyanya They Came Before Columbus membuktikan adanya kontak antara Muslim Afrika dengan orang Amerika asli. Dalam karyanya yang lain, African Presence in Early America, Van Sertima, menemukan fakta bahwa para pedagang Muslim dari Arab juga sangat aktif berniaga dengan masyarakat yang tinggal di Amerika.
Van Sertima juga menuturkan, saat menginjakkan kaki di benua Amerika, Columbus pun mengungkapkan kekagumannya kepada orang Karibian yang sudah beragama Islam. "Columbus juga tahun bahwa Muslim dari pantai Barat Afrika telah tinggal lebih dulu di Karibia, Amerika Tengah, Selatan, dan Utara," papar Van Sertima. Umat Islam yang awalnya berdagang telah membangun komunitas di wilayah itu dengan menikahi penduduk asli.
Menurut Van Sertima, Columbus pun mengaku melihat sebuah masjid saat berlayar melalui Gibara di Pantai Kuba. Selain itu, penjelajah berkebangsaan Spanyol itu juga telah menyaksikan bangunan masjid berdiri megah di Kuba, Meksiko, Texas, serta Nevada. Itulah bukti nyata bahwa Islam telah menyemai peradabannya di benua Amerika jauh sebelum Barat tiba.
Fakta lainnya tentang kehadiran Islam di Amerika jauh sebelum Columbus datang juga diungkapkan Dr Barry Fell, seorang arkeolog dan ahli bahasa dari Universitas Harvard. Dalam karyanya berjudul Saga America, Fell menyebutkan bahwa umat Islam tak hanya tiba sebelum Columbus di Amerika. Namun, umat Islam juga telah membangun sebuah peradaban di benua itu.
Fell juga menemukan fakta yang sangat mengejutkan. Menurut dia, bahasa yang digunakan orang Pima di Barat Daya dan bahasa Algonquina, perbendaharaan katanya banyak yang berasal dari bahasa Arab. Arkeolog itu juga menemukan tulisan tua Islami di beberapa tempat seperti di California.
Di Kabupaten Inyo, negara bagian California, Fell juga menemukan tulisan tua lainnya yang berbunyi 'Yasus bin Maria' yang dalam bahasa Arab berarti "Yesus, anak Maria". "Ini bukan frase Kristen,'' cetus Fell. Faktanya, menurut dia, frase itu ditemukan dalam kitab suci Alquran. Tulisan tua itu, papar dia, usianya lebih tua beberapa abad dari Amerika Serikat.
Arkeolog dan ahli bahasa itu juga menemukan teks, diagram, serta peta yang dipahat di batu yang digunakan untuk kepentingan sekolah. Temuan itu bertarikh antara tahun 700 hingga 800 M. Teks serta diagram itu berisi mata pelajaran matematika, sejarah, geografi, astronomi, dan navigasi laut. Bahasa pengajaran yang ditemukan itu menggunakan tulisan Arab Kufi dari Afrika Utara.
Sejarawan seni berkebangsaan Jerman, Alexander Von Wuthenau, juga menemukan bukti dan fakta keberadaan Islam di Amerika pada tahun 800 M hingga 900 M. Wuthenau menemukan ukiran kepala yang menggambarkan seperti bangsa Moor. Itu berarti, Islam telah bersemi di Amerika sekitar separuh milenium sebelum Columbus lahir.
Dia juga menemukan ukiran serupa bertarik 900 M hingga 1500 M. Artifak yang ditemukan itu mirip foto orang tua yang biasa ditemui di Mesir. Youssef Mroueh dalam tulisannya Muslim in The Americas Before Columbus memaparkan penuturan Mahir Abdal-Razzaaq El, orang Amerika asli yang menganut agama Islam. Mahir berasal dari suku Cherokee yang dikenal sebagai Eagle Sun Walker.
Mahir memaparkan, para penjelajah Muslim telah datang ke tahan kelahiran suku Cherokee hampir lebih dari 1.000 tahun lalu. Yang lebih penting lagi dari sekedar pengakuan itu, kehadiran Islam di Amerika, khususnya pada suku Cherokee adalah dengan ditemukannya perundang-undangan, risalah dan resolusi yang menunjukkan fakta bahwa umat Islam di benua itu begitu aktif.
Salah satu fakta yang membuktikan bahwa suku asli Amerika menganut Islam dapat dilacak di Arsip Nasional atu Perpustakaan Kongres. Kesepakatan 1987 atau Treat of 1987 mencantumkan bahwa orang Amerika asli menganut sistem Islam dalam bidang perdagangan, kelautan, dan pemerintahan. Arsip negara bagian Carolina menerapkan perundang-undangan seperti yang diterapkan bangsa Moor.
Menurut Youssef, pemimpin suku Cherokee pata tahun 1866 M adalah seorang pria bernama Ramadhan Bin Wati. Pakaian yang biasa dikenakan suku itu hingga tahun 1832 M adalah busana Muslim. ''Di Amerika Utara sekurangnya terdapat 565 nama suku, perkampungan, kota, dan pegunungan yang akar katanya berasal dari bahasa Arab,'' papar Youssef.
Fakta-fakta itu membuktikan bahwa Islam telah hadir di tanah Amerika, ketika kekhalifahan Islam menggenggam kejayaannya. Hingga kini, agama Islam kian berkembang pesat di Amerika - apalagi setelah peristiwa 11 September. Masyarakat Amerika kini semakin tertarik dan meyakini bahwa Islam adalah agama yang paling benar. heri ruslan
( )




Pengaruh Islam di Benua Amerika
Sekali-kali cobalah Anda membuka peta Amerika. Telitilah nama tempat yang ada di Negeri Paman Sam itu. Sebagai umat Islam, pastilah Anda akan dibuat terkejut.
Apa pasal? Ternyata begitu banyak nama tempat dan kota yang menggunakan kata-kata yang berakar dan berasal dari bahasa umat Islam, yakni bahasa Arab.
Tak percaya? Cobalah wilayah Los Angeles. Di daerah itu ternyata terdapat nama-nama kawasan yang berasal dari pengaruh umat Islam. Sebut saja, ada kawasan bernama Alhambra. Bukankah Alhambra adalah nama istana yang dibangun peradaban Islam di Cordoba?
Selain itu juga ada nama teluk yang dinamai El Morro serta Alamitos. Tak cuma itu, ada pula nama tempat seperti; Andalusia, Attilla, Alla, Aladdin, Albany, Alcazar, Alameda, Alomar, Almansor, Almar, Alva, Amber, Azure, dan La Habra.
Setelah itu, mari kita bergeser ke bagian tengah Amerika. Mulai dari selatan hingga Illinois juga terdapat nama-nama kota yang bernuansa Islami seperti; Albany, Andalusia, Attalla, Lebanon, dan Tullahoma. Malah, di negara bagian Washington terdapat nama kota Salem.
Pengaruh Islam lainnya pada penamaan tempat atau wilayah di Amerika juga sangat kental terasa pada penamaan Karibia (berasal dari bahasa Arab). Di kawasan Amerika Tengah, misalnya, terdapat nama wilayah Jamaika dan Kuba. Muncul pertanyaan, apakah nama Kuba itu berawal dan berakar dari kata Quba - masjid pertama yang dibangun Rasulullah adalah Masjid Quba. Negara Kuba beribu kota La Habana (Havana).
Di benua Amerika pun terdapat sederet nama pula yang berakar dari bahasa Peradaban Islam seperti pulau Grenada, Barbados, Bahama, serta Nassau. Di kawasan Amerika Selatan terdapat nama kota-kota Cordoba (di Argentina), Alcantara (di Brazil), Bahia (di Brazil dan Argentina). Ada pula nama pegunungan Absarooka yang terletak di pantai barat.
Menurut Dr A Zahoor, nama negara bagian seperti Alabama berasal dari kata Allah bamya. Sedangkan Arkansas berasal dari kata Arkan-Sah. Sedangkan Tennesse dari kata Tanasuh. Selain itu, ada pula nama tempat di Amerika yang menggunakan nama-nama kota suci Islam, seperti Mecca di Indiana, Medina di Idaho, Medina di New York, Medina dan Hazen di North Dakota, Medina di Ohio, Medina di Tennessee, serta Medina di Texas. Begitulah peradaban Islam turut mewarnai di benua Amerika. hri
( )

Senin, 16 Juni 2008Fakta Eksistensi Islam di Amerika
T ahun 999 M: Sejarawan Muslim Abu Bakar Ibnu Umar Al-Guttiya mengisahkan pada masa kekuasaan Khalifah Muslm Spanyol bernama Hisham II (976 M -1009 M), seorang navigator Muslim bernama Ibnu Farrukh telah berlayar dari Kadesh pada bulan Februari 999 M menuju Atlantik. Dia berlabuh di Gando atau Kepulauan Canary Raya. Ibnu Farrukh mengunjungi Raja Guanariga. Sang penjelajah Muslim itu memberi nama dua pulau yakni Capraria dan Pluitana. Ibnu Farrukh kembali ke Spanyol pada Mei 999 M.
Tahun 1178 M: Sebuah dokumen Cina yang bernama Dokumen Sung mencatat perjalanan pelaut Muslim ke sebuah wilayah bernama Mu-Lan-Pi (Amerika). Tahun 1310 M: Abu Bakari seorang raja Muslim dari Kerajaan Mali melakukan serangkaian perjalanan ke negara baru. Tahun 1312 M: Seorang Muslim dari Afrika (Mandiga) tiba di Teluk Meksiko untuk mengeksplorasi Amerika menggunakan Sungai Mississipi sebagai jalur utama perjalanannya.
Tahun 1530 M: Budak dari Afrika tiba di Amerika. Selama masa perbudakan lebih dari 10 juta orang Afrika dijual ke Amerika. Kebanyakan budak itu berasal dari Fulas, Fula Jallon, Fula Toro, dan Massiona - kawasan Asia Barat. 30 persen dari jumlah budak dari Afrika itu beragama Islam.
Tahun 1539 M: Estevanico of Azamor, seorang Muslim dari Maroko, mendarat di tanah Florida. Tak kurang dari dua negara bagian yakni Arizona dan New Mexico berutang pada Muslim dari Maroko ini. Tahun 1732 M: Ayyub bin Sulaiman Jallon, seorang budak Muslim di Maryland, dibebaskan oleh James Oglethorpe, pendiri Georgia. Tahun 1790 M: Bangsa Moor dari Spanyol dilaporkan sudah tinggal di South Carolina dan Florida.